Antropology The Basics : a Book Summary of Chapter 1 ENCOUNTERING CULTURAL DIFFERENCE

Daftar Isi

 ENCOUNTERING CULTURAL DIFFERENCE

(Rangkuman Bab Pertama Buku Antropology The Basics Karya Peter Metcalf)

Rangkuman Buku Antropologi

FAR FROM HOME, CLOSE TO HOME

Sub bab ini menceritakan secara singkat bagaimana perkembangan ilmu antropologi dalam melakukan kajiannya. Para antropolog generasi pertama di akhir abad sembilan belas bergantung pada catatan perjalanan para penjelajah yang telah bepergian ke daerah yang jauh. Akibatnya ilmu antropologi menjadi tidak lebih dari kumpulan berbagai catatan perjalanan jauh dalam Bahasa Eropa. Kemudian para antropologi pada abad dua puluh mulai untuk melakukan perjalanan sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan pengalaman langsung dan informasi yang lebih valid sehingga dapat menghindari prasangka dan kesalahan penafsiran.

Kemudian muncul perspektif baru bahwa untuk melakukan kajian antropologi tidak harus melakukan perjalanan ke tempat yang jauh atau kepada kelompok masyarakat asing. Pergeseran budaya secara halus terjadi setiap hari di sekitar, tidak ada kelompok masyarakat yang benar-benar terisolasi tanpa mengetahui budaya lainnya. Apalagi ketika teknologi informasi sudah semakin memudahkan manusia dari berbagai latar belakang budaya untuk berinteraksi. Sejarah manusia adalah rangkaian pertemuan dan perselisihan budaya.

CULTURE

Pada bagian ini dijelaskan mengenai konsep culture/Budaya dalam perspektif kajian antropologi. Budaya merupakan kata kunci dalam bidang kajian antropologi dan memiliki penekanan yang berbeda oleh tiap ilmuan teoritis. Namun, secara umum term budaya digunakan untuk menyebut segala apa yang diinternalisasikan kepada anak/individu oleh orang tua dan orang-orang di sekitar anak tersebut, mulai dari bangun tidur hingga tidur Kembali.

Ada beberapa hal penting yang perlu menjadi catatan dalam definisi budaya secara umum di atas, pertama mengecualikan faktor pengaruh genetika keturunan. Ke dua, konsep budaya yang dimaksud bukan sekedar budaya tingkat tinggi atau elite seperti kesenian tarian dan sebagainya, tetapi kepada perilaku keseharian seperti bagaimana cara makan, cara berpakaian dan lain sebagainya. Ke tiga, budaya mencangkup banyak hal yang harus dipelajari di tiap budaya.

AWARENESS OF CULTURAL DIFFERENCE

Pada bagian ini menjelaskan mengenai konsep culture shock atau gegar budaya. Gegar budaya adalah perasaan disorientasi setelah seorang dari suatu budaya memasuki lingkungan budaya lain yang berbeda dari budaya asalnya. Kondisi gegar budaya akan membuat orang yang mengalaminya untuk mempertanyakan mengenai kebiasaan hidup yang telah dijalani olehnya di budaya asalnya.

EMOTIONAL RESPONSES

Bagian ini berusaha untuk menampilkan bahwa gegar budaya memiliki dampak yang besar pada perasaan manusia. Disajikan analogi pada area bahasa dan gestur, akan muncul perasaan tertinggal dan diremehkan ketika orang dari budaya lain berusaha untuk berbicara secara lamban seperti berbicara pada balita agar dimengerti oleh orang yang mengalami gegar budaya, tetapi perasaan dipandang tidak cakap tentunya akan mempengaruhi perasaan.

THE REALITY OF CULTURE

Pada suatu kelompok masyarakat jika ada seseorang yang dianggap “aneh” tidak sesuai dengan budaya yang berlaku di sekitar maka akan sangat mudah dikenali. Untuk itu para antropolog akan melakukan proses sosialisasi ulang, yaitu berusaha belajar dan melakukan internalisasi budaya baru dan melepaskan sementara pengetahuan budaya asalnya yang telah disosialisasikan padanya sejak masa balita. Para antropolog terkadang menggambarkan proses sosialisasi ulang sebagai pekerjaan lapangan yang mengharuskan dirinya langsung masuk pada suatu lingkungan budaya baru dan bertahan hingga dirinya dapat merasa nyaman berada di sana.

SOCIALIZATION

Sosialisasi merupakan proses transfer dan internalisasi budaya kepada suatu individu/anak dari orang-orang di sekitarnya sehingga individu tersebut akan berpikir dan berperilaku sesuai apa yang diharapkan oleh kelompok masyarakatnya.

WHAT IS TO BE GAINED?

Gagasan Gegar Budaya menekankan pada aspek tidak menyenangkan dari menyeberangi batas budaya. Dalam proses untuk mengatasi gegar budaya tersebut para antropolog mendapatkan banyak penemuan. Meski sekarang tidak harus secara ekstrem mengalami gegar budaya karena di suatu kelompok masyarakat pun terdapat banyak budaya berbeda, sehingga perhatian dan minat para antropolog dapat tersalurkan di berbagai bidang kajian antropologi yang menarik dirinya.

ETHNOCENTRISM

Menjelaskan apa itu etnosentrisme dan bahayanya. Etnosentrisme adalah paham perilaku yang menganggap bahwa etnis atau budayanya merupakan pusat dunia. Sebenarnya etnosentrisme bukan merupakan hal yang tidak biasa atau tidak bermoral. Pada kebanyakan waktu seseorang perlu jelas mengidentifikasikan dirinya sehingga tidak kehilangan jati diri dan juga tidak ada alasan untuk tidak menghargai apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya.

Bahaya etnosentrisme adalah dapat mengarahkan pada cauvisme. Cauvisme adalah paham yang menganggap bahwa segala apa yang dipikirkan dan dilakukannya merupakan kebenaran, sementara apa pun yang orang lain pikirkan dan lakukan adalah salah, tidak rasional, dan bahkan jahat.

Antropolog harus menghindari etnosentrisme ketika berusaha masuk secara keseluruhan atau sebagian ke dalam kehidupan budaya orang lain.

ANTHROPOLOGY’S PIONEERS

Di bagian ini disajikan cerita singkat sejarang bagaimana para penjelajah dan antropolog mengesampingkan cauvisme dan menulis karena rasa penasarannya,  dimulai dari kisah perjalanan Herodotus hingga pada bagaimana antropolog berpengaruh Inggris, Edward Burnett Tylor, menggunakan berbagai macam sumber dalam survei global terkait primitif.

FIRST EXPERIMENTS WITH FIELDWORK

Pada bagian ini diceritakan mengenai kisah usaha untuk mendapatkan data yang lebih konsisten sehingga dapat digunakan sebagai dasar dari membuat teori antropologi di USA. Dimulai dari kisah Lewis Henry Morgan yang terjun langsung belajar bahasa dari kelompok masyarakat yang dipelajarinya sehingga membuat ilmu antropologi tidak hanya sekedar arm chair sciences. 

THE TECHNIQUES OF FIELDWORK

Substansi sederhana teknik kerja lapangan pada bidang kajian antropologi adalah eksperimen terkontrol terhadap gegar budaya, dengan kata lain perasaan disorientasi yang diprediksi di dapat agar dapat lebih memfokuskan perhatian peneliti pada apa yang berbeda dari budaya tersebut.

Ada tiga elemen dasar dari kerja lapangan di bidang antropologi:

1. Bermukim dalam jangka waktu yang lama.

2. Kompetensi bahasa.

3. Observasi partisipatoris.

UNSTRUCTURED RESEARCH

Aspek lain dari observasi partisipatoris adalah proses belajar antropolog yang tidak direncanakan atau diprogramkan terlebih dahulu. Berbeda dengan kebanyakan kajian sosiologis dan psikologi sosial yang sudah lebih dahulu menyiapkan pertanyaan secara terstruktur sebelum penelitian dan sering menggunakan metode survei yang bersifat kuantitatif. Para antropolog tidak ingin menyiapkan pertanyaan awal penelitian secara terstruktur karena itu akan cenderung mengaburkan interpretasi dan menjebak diri dalam prasangka.

Kajian antropologi akan berusaha untuk melihat sebuah topik dari berbagai sudut pandang secara berulang, dan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyuluh mengenai topik yang sedang dipelajarinya.

Penelitian tidak terstruktur memiliki cara kerja yang mirip dengan cara kerja detektif. Mencari berbagai macam petunjuk dan berusaha untuk mendalami tiap petunjuk hingga mendapatkan jawaban yang sebenarnya, maka teknik eksperimen terkontrol adalah hal yang hampir mustahil.

Penelitian tidak terstruktur sebenarnya bukan penelitian yang melarang untuk menyediakan pertanyaan penelitian awal, tetapi bukan pertanyaan awal terstruktur yang ada prasangka. Antropolog akan mempertanyakan segala hal yang dijumpainya dalam penelitian sebagai konsekuensi dari gegar budaya. 

THE ROLE OF INFORMANTS

Informan adalah orang yang menyediakan jembatan bagi para antropolog untuk memasuki budaya tertentu. Informan adalah orang yang bersedia untuk menjawab pertanyaan yang terkesan naif dan menjelaskan alasan atau rasionalitas dibalik jawabannya. Tidak semua orang lokal akan mau untuk menjawab pertanyaan naif yang sudah jadi kewajaran dalam budaya lokal. Seorang informan yang baik adalah yang mampu untuk menjabarkan pandangan umum budaya yang ada di lingkungan budayanya. Tidak ada panduan pasti bagaimana seorang antropolog harus mengajukan pertanyaan pada seorang informan selain dari faktor tidak mudah menyerah.

CHECKS AGAINST MISINFORMATION

Seorang antropolog selalu akan mengalami kemungkinan tertipu atau dimanipulasi. Langkah yang bisa diambil oleh seorang antropolog dalam mengatasi kemungkinan tersebut adalah untuk tidak mudah percaya dari satu sumber dan dalam waktu yang singkat. Suatu kebohongan akan susah untuk terus dipertahankan dalam waktu yang lama. Kemudian selain mendengarkan jawaban, seorang antropolog harus menyaksikan sendiri bagaimana fakta dari jawaban tersebut, apakah benar terjadi atau hanya bualan saja. Berpartisipasi dalam lingkungan budaya dan melakukan observasi langsung akan sangat membantu dalam memastikan jawaban yang didapat merupakan sesuatu yang valid atau tidak.

ANTHROPOLOGICAL KNOWLEDGE

Menghindari kesalahpahaman merupakan hal yang mustahil, tetapi sadar akan kesalahpahaman adalah yang terpenting. Tidak masalah jika tidak memiliki fakta untuk dilaporkan. Yang dilakukan oleh antropolog adalah mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sudut pandang dan konteks untuk kemudian dapat diinterpretasikan.

Ada catatan penting dalam penelitian dalam kajian antropologi, yaitu informasi yang dikumpulkan ada kemungkinan akan melukai informan. Di bagian itu antropolog akan mengalami dilema moral, harus mempertimbangkan mana yang dapat dilaporkan dan mana yang harus dirahasiakan sesuai dengan moral.

A CULTURAL MISUNDERSTANDING

Bagian ini mengisahkan bagaimana seorang mengalami kesalahpahaman budaya. Seorang yang baru datang dari USA ke Borneo dan tidak dapat berbahasa Melayu yang merupakan lingua franca atau bahasa umum yang digunakan oleh masyarakat kepulauan nusantara dalam berkomunikasi antar budaya. Orang lokal beranggapan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar budaya di dunia internasional, sedang orang dari USA mampu berbahasa Inggris yang merupakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar budaya secara internasional. Di sini orang lokal tersebut mengalami kesalahpahaman budaya.

FIELDWORK BECOMES STANDARD

Pada tahun 1930, standar kerja lapangan yang disusun oleh Malinowski telah mulai diterima secara umum. Ditambah standar tersebut memiliki banyak kemungkinan dan kesempatan untuk diterapkan pada daerah koloni yang dikuasai oleh bangsa Eropa. Pada tahun 1950an hingga tahun 1960an, bidang kajian antropologi mengalami zaman keemasan, dan aliran baru antropologi yang berfokus pada mencatat tentang budaya asing mulai terbentuk. Aliran baru tersebut kemudian dinamai sebagai etnografi dan orang yang mempraktikkannya dinamai etnografer.

BEYOND COMMUNITY STUDIES

  Sejak tahun 1960an cakupan lokasi kajian antropologi semakin bertambah luas. Para antropolog menyadari bahwa semenjak tahun 1950an mayoritas penduduk di Afrika sudah tidak tinggal di desa, tetapi di kota dan kamp penambangan. Teknik penelitian lapangan Malinowski disusun untuk meneliti kelompok masyarakat yang kecil. Para antropolog harus menyusun suatu teknik penelitian kajian antropologi yang dapat explore jaringan sosial yang lebih luar dari komunitas lokal.

Di akhir abad kedua puluh banyak penelitian dalam kajian antropologi yang dilakukan dalam lingkungan budaya yang lebih kompleks dari penelitian komunitas lokasi Malinowski di Pulau Trobrian. Kemudian di waktu yang hampir bersamaan, batas antara konsep dunia pertama dan dunia kedua menjadi semakin kabur, karena budaya dua dunia saling melakukan penetrasi satu sama lain. Untuk itu teknik observasi partisipatoris harus beradaptasi agar sesuai dan cocok digunakan dalam berbagai keadaan.

THE THIRD WORLD

Pada tahun 1950an ada konsep umum untuk membagi penyebutan kawasan di dunia menjadi tiga bagian. Dunia pertama merupakan negara barat yang bersifat demokratis. Dunia kedua merupakan negara yang tergabung dalam blok komunis. Dunia ketiga merupakan kawasan yang miskin dan negara berkembang. Beberapa antropolog menolak gagasan penomoran pembagian dunia tersebut karena terkesan mengurutkan secara diskriminatif sesuai dengan asumsi keunggulan. Apalagi sejak blok komunis runtuh, relevansi dari pembagian dunia menjadi lebih tidak masuk akal. Namun, ada beberapa antropolog yang melahirkan gagasan dunia keempat, yaitu kelompok etnis kecil yang tidak berdaya di dalam konsep negara modern, entah kelompok etnis tersebut berada di belahan dunia mana pun.

OTHER MODES OF RESEARCH

Teknik penelitian yang dibahas dalam bab ini merupakan karakter dari kajian ilmu antropologi budaya atau sosial. Ini penting disebutkan karena tidak semua antropolog menggunakan teknik penelitian lapangan tidak terstruktur disebabkan tidak sesuai dengan pertanyaan awal penelitian mereka.

Fakta itu membawa kita untuk mempertimbangkan bentuk kajian ilmu antropologi di berbagai negara yang berbeda. Contohnya perkembangan cabang antropologi lebih besar terjadi di USA daripada di UK, seperti cabang antropologi budaya dan antropologi fisik. Arkeologi di UK merupakan ilmu sendiri, sedangkan di USA arkeologi merupakan cabang ilmu dari ilmu antropologi. (Metcalf, 2005) 

Daftar Pustaka

Metcalf, P. (2005). Anthropology The Basics. New York: Routledge.

Posting Komentar